Rabu, 26 Desember 2012

Surya Adinata: Kejahatan Menggunakan Senjata Api di Sumut Meningkat

Surya Adinata. (foto:facebook)
Sepanjang 2012 kejahatan dengan menggunakan senjata api (senpi) di Sumatera Utara meningkat. Data terakhir Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menyebutkan, 60 kasus kejahatan bersenjata api dilakukan aparat Polri dan TNI, serta masyarakat sipil. Sedangkan pada 2011 jumlahnya 49 kasus, berarti ada peningkatan sekitar 5 persen.

"LBH Medan menilai ternyata kepemilikan senpi baik legal maupun ilegal tidak bisa lagi diawasi dan dikontrol oleh aparatur pemerintah dan penegak hukum Sumut, sehingga tingkat kriminalitas dalam masyarakat kian bertambah dan kurangnya pencegahan oleh kepolisian," kata Direktur LBH Medan, Surya Adinata SH MKn.

Aparatur pemerintah dan penegak hukum, lanjutnya, bersinergi melakukan upaya pembatasan kepemilikan senpi bagi masyarakat sipil. Juga mengevaluasi ulang lagi setiap aparat TNI/Polri yang memakai senjata api agar memberikan laporan setiap bulannya kepada pihak terkait untuk mengontrol pemakaian senjata api tersebut.

Pihaknya juga mencatat, kekerasan yang dilakukan oleh TNI/Polri pada 2012 bertambah. Hasil temuan dan pendataan LBH Medan, tahun lalu kasus kekerasan hanya 46, dan tahun ini meningkat menjadi 50 kasus. LBH Medan menilai peraturan hukum yang mengatur TNI/Polri masih kurang efektif dan memadai, apalagi sanksi hukum terhadap oknum yang melakukan kejahatan.

"Tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku, sehingga para oknum tersebut tidak merasa takut pada sanksi hukum yang dijatuhkan kepadanya. Kami juga meyakini masih banyak kasus kekerasan dan penyiksaan yang melibatkan aparat negara yang luput dari liputan dan pemantauan karena pola kekerasan dan penyiksaan dilakukan secara tertutup dan dirahasiakan," ungkapnya seperti dilansir dari kompas.com.

Secara umum, medio 2012 kasus-kasus yang paling menonjol di Sumut adalah hak sipil dan hak ekonomi, sosial serta budaya. Karena aparat penegak hukum dijadikan alat untuk melanggar HAM, kemudian pengadilan yang seharusnya menjadi lembaga pemberi keadilan, malah melegitimasi aksi-aksi atau tindakan-tindakan pelanggaran tersebut. Mayoritas pelaku pelanggaran HAM di Sumut adalah polisi, jaksa, perusahaan-perusahaan swasta, pemerintahan provinsi, kota dan kabupaten.

Terhadap kekerasan tersebut, LBH Medan menyatakan negara lalai dan absen dalam menjaga agar masyarakat sipil tidak mengalami kekerasan dan penyiksaan, padahal Indonesia telah meratifikasi Undang-Undang RI No.5 Tahun 1998 tentang Konvensi Anti Penyiksaan dan Penghukuman Lain yang Keji, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia.

"Ini catatan akhir tahun kami, merupakan evaluasi dan kritikan bagi para penegak hukum dan negara agar lebih mengedepankan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian terhadap para pencari keadilan," tegas Surya.(*)

Tidak ada komentar:

Cari Indonesiaku