Foto:Tribun Medan/riski cahyadi |
Hingga pukul 20.00 WIB, sudah enam jam pria berbadan subur itu tak sadarkan dengan lebam dan luka dibalut perban putih di badan dan wajah. Anak semata wayang dari Teguh, karyawan PTPN III itu, menjadi korban amuk massa setelah bertabrakan dengan Yoan Lubis (20) yang mengendarai sepeda motor Shogun di Jl Setia Budi Pasar 6 Tanjungsari, Medan.
Massa membakar mobil Nissan X-Trail silver BK 777 CO, yang dikendarai Eko, yang geram karena mobil itu sempat menyeret Shogun yang dikendarai Yoan sejauh 100 meter. Mereka menduga Eko berupaya kabur.
Kegeraman massa makin menjadi-jadi, karena Eko disangka warga keturunan. Namun Yoan yang sempat dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkari Jl Hasyim Wahid Medan sudah pulang ke rumahnya, Senin sore. Ia mengalami luka lecet di kaki kiri dan luka memar di bokong.
Pantauan Tribun, Eko dirawat di kamar 315 RS Bunda Thamrin Medan. Ayah dan ibunya terpaku menunduk sambil sesekali melirik ke arah anak semata wayangnya tersebut.
Eko masih berkuliah di tingkat kedua Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU). Sebagai anak satu-satunya, Eko sangat dekat dengan kedua orangtuanya. Bahkan sebutan “anak mami” pun melekat pada pria Jawa kelahiran Sumatera ini. Ayahnya, Teguh, tak menyangka kalau kejadian nahas itu bisa menimpa putranya. Ia syok. Bahkan tak berselera untuk makan karena memikirkan kondisi putranya yang masih koma.
Hingga pukul 20.05, Eko belum ditangani tim medis spesialis, karena masih kedatangan dokter ahli.Di luar kamarnya, sekitar sepuluh pria berseragam biru tua dengan logo putih PTPN III di saku depan mereka, duduk berpencar di segala sudut.
Di depan pintu, seorang satpam RS Bunda Thamrin berdiri tegak sambil melihat kanan dan kiri. Sementara para perawat di bagian frontliner mendata setiap tamu yang ingin berkunjung ke lantai tiga itu. Penjagaan terhadap putra Teguh memang cukup ketat. Teguh tak ingin awak media tiba-tiba menerobos ke dalam dan bertanya peristiwa yang menimpa Eko.
Tribun sempat ditawarkan untuk melihat kondisinya. Namun karena masih belum sadar juga, mereka lalu menyarankan agar tidak mewawancarai siapapun. Karena keluarga masih syok dan lemas untuk ditanyai.
”Pak Teguh masih lemas. Dia khawatir dengan kondisi anaknya. Makanya dari tadi juga belum mau makan. Masih panik mungkin,” kata kerabatnya, Irawadi Lubis kepada Tribun, Senin malam.
Ia dan teman-temannya mengaku panik mendengar kondisi Eko babak belur dihajar massa.
Padahal selama ini Eko dikenal baik, pemalu, bahkan sedikit manja.
“Katanya dia bukan hendak melarikan diri sebenarnya. Dia cuma panik dan ketakutan. Lalu memilih untuk menuju kantor polisi terdekat dan melaporkan kejadian itu. Tapi ternyata begini kejadiannya. Saya tak menyangka massa jadi seberingas itu,” kata pria berkacamata yang merupakan Humas PTPN III ini.
Ia tak menyangka massa tega membakar mobil yang dikendarai Eko dan bahkan hampir menghilangkan nyawa putra Jawa dan Melayu tersebut.
“Kalau saja polisi tidak cepat datang, mungkin nyawanya sudah tidak tertolong lagi. Parah sekali kondisinya sekarang. Saya heran massa sekarang kenapa suka sekali main hakim sendiri. Padahal mungkin banyak yang hanya ikut-ikutan saja,” keluh Irawadi.
Ia mengatakan sebelum kejadian itu, Eko sebenarnya akan berangkat ke Kampus USU dari rumahnya.(ers/akb/tribunmedan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar